Senin, 20 Oktober 2008

1. redita sarah

resume mata "kuliah bahasa jurnalistik"

"posisi bahasa jurnalistik"

posisi bahasa jurnalistik secara umum strategis, karena :
1. menjadi bahasa khusus dalam media
2. bisa menjadi laboratorium bahasa, referensi bahasa, rujukan bahasa untuk masyarakat, sehingga menjadi trendsetter pengguna bahasa untuk masyarakat.
3. bahasajurnalistik merupakan subsistem dari bahasa indonesia (anaknya bahasa indonesia), sehingga tidak dapat disejajarkan dengan pengecualiantertentu.

Jumat, 19 September 2008

4. nenden kurniasih

Arti mudik buat aku



Dari sekian banyak ,mahasiswa khususnya di UIN bandung yang suka nongkrong di kantin, ada 8 orang teman saya yang paling akrab. 6 orang beragama Islam yang merayakan Iedul Fitri dan Iedul Adha, dan 2 orang beragama Kristen merayakan Natal. Pastinya mereka masing-masing memiliki budaya yang berbeda dalam merayakan hari raya tersebut. Tergantung dari makna yang mereka pahami sejak kecil.
Umumnya yang merayakan Iedul Fitri menganggap bahwa pada hari raya ini mereka berkewajiban untuk mudik. Ketika saya tanya “Kenapa harus mudik?”, jawabannya berbeda-beda. Beberapa teman saya bilang bahwa bila mudik, kita akan berkesempatan untuk bermaaf-maafan dengan sanak saudara jauh yang jarang sekali bertemu, bahkan mungkin kesempatan bertemu pun hanya di hari raya tersebut. Jadi kita bisa lebih bersih dari dosa karena kita bisa meminta maaf kepada saudara yang jarang bertemu. Lha, kalau ketemunya hanya di hari raya Iedul Fitri, gimana mau berbuat salah? Apa yang mau dimaafkan? Untuk pertanyaan ini, mereka hanya tersenyum sambil bilang “Ya, kapan lagi ada kesempatan ketemu keluarga besar. Bersalah ngga bersalah, yang penting kumpul deh.”
Alasan lain untuk mudik adalah untuk menghadiri resepsi pernikahan saudara. Ini dijawab oleh salah satu teman saya yang berasal dari pulau Sumatera. Ternyata akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal pada penanggalan Hijriyah menjadi bulan target bagi pasangan yang akan menikah. Jadi bisa dimaklumi kalau teman saya menjawab seperti itu. Lalu ketika ditanya “Kenapa orang-orang daerahmu umumnya menikah di bulan Syawal?” Jawabannya cukup sederhana “Karena kami adalah suku bangsa perantau. Lebih banyak orang kami yang berada di daerah lain daripada di kampung halaman kami sendiri. Jadi kesempatan bertemu keluarga besar hanyalah di tanggal-tanggal tersebut.” Hmm, alasan yang cukup masuk akal. Bagi orang tua, resepsi pernikahan adalah pesta keluarga yang juga harus dihadiri oleh sebanyak-banyaknya anggota keluarga. Jadi waktu yang paling tepat untuk mengadakannya adalah ketika anggota keluarga paling banyak berkumpul di kampung halaman. Dan hari raya Iedul Fitri adalah opsi terbaik. Beberapa orang bahkan sengaja mengadakan resepsi pernikahannya pada tanggal-tanggal tersebut walaupun akad nikahnya sudah dilakukan jauh-jauh hari. Untuk hal ini, salah seorang teman yang lain kemudian menanggapi dari sudut pandang ekonomi “Pasti target utamanya cari amplop yang lebih gede ya?”
Sejatinya, hari raya Iedul Fitri adalah hari untuk merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berperang melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan। Konon umat yang melaksanakan semua kewajiban dan menjauhi semua larangan Allah di bulan Ramadhan akan kembali suci karena semua dosanya kepada Sang Pencipta selama satu tahun terakhir sudah dibersihkan. Yang tersisa adalah dosa kepada sesama umat manusia yang harus saling memaafkan secara pribadi. Karena itulah timbul tradisi mudik yang bertujuan untuk saling memaafkan sesama saudara yang sudah lama tidak bertemu. Seiring berjalannya waktu, tradisi mudik dan bertemu saudara jauh ternyata menjadi tujuan utama hari raya itu sendiri, bukanlah ‘kembali kepada fitri’ yang secara kontinyu digembar-gemborkan oleh berbagai media. Setidaknya hal ini yang melekat di hati teman-teman nongkrong saya.

Tidak jauh berbeda dengan perayaan Iedul Fitri, Natal yang menjadi hari raya utama umat Kristiani sudah mengalami pergeseran makna di kalangan teman-teman dekat saya. Bagi mereka, Natal yang seharusnya bermakna kedamaian untuk mengenang lahirnya Juru Selamat di Betlehem lebih dari 2000 tahun lalu sudah berubah menjadi serangkaian acara pesta tahunan yang melelahkan. Mereka malah sibuk mencari hadiah untuk dibagikan kepada orang tua atau saudara sementara kewajiban mereka untuk berefleksi sudah hampir terlupakan. Walaupun hal ini disadari oleh kedua teman saya yang kristiani, tapi mereka tidak bisa mengubah kebiasaan yang sudah dilakukan bertahun-tahun.
Pergeseran pemahaman makna Iedul Adha adalah yang paling menarik menurut saya. Sejatinya, hari raya Iedul Adha adalah peringatan bagi keikhlasan umat Islam kepada penciptanya dengan menyembelih hewan qurban. Hal ini sudah dicontohkan oleh nabi Ibrahim yang bersedia mengorbankan putranya Ismail demi Allah. Kenapa menarik? Karena 4 orang menjawab Iedul Adha adalah hari raya-nya orang yang sudah naik haji, sementara 2 lainnya menjawab Iedul Adha adalah hari raya Qurban. Apakah ada kesalahan pemberian informasi dari guru agama ketika di sekolah dasar sampai menengah? Menurut saya, yang terjadi adalah kesalahan penerimaan informasi.
Memang 8 orang teman saya tidak bisa mewakili lebih dari 200 juta rakyat Indonesia dalam pemahaman mengenai hari raya agama. Tapi setidaknya mereka ‘sedikit’ menggambarkan pemahaman mahasiswa, yang notabene adalah masyarakat yang berkesempatan mendapat pendidikan lebih tinggi dibanding rakyak pada umumnya, tentang makna hari raya agama bagi mereka pribadi.
Apabila dilakukan penelitian yang lebih mendalam, akankah hasilnya jauh berbeda? Entahlah. Setidaknya, seperti yang sering kita lihat dalam salah satu iklan pembalut, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa 8 dari 9 mahasiswa indonesia tidak mengerti mengenai makna hari raya agama mereka. Siapakah yang ke-9? Tentunya anda mahasiswa yang membaca tulisan ini.


3. Yuni Siti Munawaroh

PERJALANAN MUDIK SAYA

Mudik merupakan singkatan dari mulang ke_udik atau pulang kampung. Budaya mudik, biasanya dilakukan saat menjelang Idul Fitri oleh orang yang merantau, karena saat Idul Fitri merupakan moment paling indah untuk berkumpuil bersama keluarga. Begitu pun dengan saya, sejak kecil saat menjelang Idul Fitri atau beberapa hari setelah Idul Fitri saya bersama orang tua saya selalu mudik ke kampUng halaman ibu saya di Cianjur, karena ayah saya asli dari Bandung.

Saat saya dan orang tua saya dating di kampung halaman, kami selalu disambut hangat oleh saudara-saudara kami terutama nenek saya, sementara kakek saya sudah meninggal lebih dulu. Sambutan hangat itu membuat saya tak canggung lagi pada saudara-saudara saya yang jarang ketemu. Tapi hal itu hanya bias saya rasakan sampai kelas 3 SD, karena nenek saya meninggal saat saya duduk di kelas 4 SD dan sejak saat itu saya dan orang tua saya semakin jarang berkunjung kesana. Sedih memang, tapi tak apa karena disana masih ada banyak saudara.

Saat menjelang Idul Fitri sekarang budaya mudik ini, saya lakukan sendiri tanpa orang tua karena saya mudik untuk ketemu dengan orang tua. Saat saya duduk di bangku kuliah di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung saya jarang sekali bertemu dengan orang tua saya, memang sih tidak terlalu jauh karena masih di daerah Bandung juga, tapi saat bertemu rasanya senang sekali dan biasanya orang tua serta kedua adik saya menyambut saya dengan hangat. Beberapa hari setelah Idul Fitri biasanya kami sekeluarga mengunjungi saudara-saudara sambil berjiarah ke makam nenek dan kakek saya di Cianjur, dan sekalian piknik juga.

Mungkin teman-teman atau para pemudik lain pun sama dengan apa yang saya rasakan dan alami.

By: Yuni Siti Munawaroh

1. redita sarah

Mudik

Setiap hari, setiap saat pasti ada orang yang berbondong-bondong membawa tas masing-masing untuk pergi kesuatu tempat yang jauh mengenai tempat tinggal halamannya, yaitu tempat dimana ia dilahirkan sebelumnya.. Mudik biasanya dilaksanakan orang-orang pada hari libur di atau waktu yang senggang.. mudik yaitu pulang kepada keluarga masing-masing untuk berkumpul kembali dan mencurahkan rasa kangen. Mudik biasanya juga banyak dilakukan masyarakat Indonesia saat hari raya idul fitri karna disaat hari raya idul fiitri tiba enaknya kita bias kumpul dengan sanak saudara kita menikmati hari kemenangan bersama untuk saling bermaaf-maafan.

Kurang lebih Beratus-ratus bahkan beriru-ribu orang Indonesia mempunyai tradisi mudik. Ini dikarenakan orang Indonesia sangat beragam-ragam dan banyak orang yang merantau dari asal tempat tinggalnya. Untuk itu masyarakat Indonesia tidak sedikit yang pergi untuk bermudik pada hari libur atau pada waktu senggang.

Keadaan mudik di Indonesia setiap tahun contohnya saja bias di lihat dari stasiun-stasiun, terminal-terminal, maupun bandara-bandara sangat penuh dikunjungi masyarakat Indonesia untuk pergi mudik, karna tingkat pengunjung yang banyak untuk melaksanakan mudik ketempat tinggal masing-masing.

2. siti solihah

MUDIK

Mudik adalah suatu tradisi yang terjadi setiap tahun. Uniknya,tradisi mudik hanya terjadi di Indonesia saja.

Mudik bukan hanya jadi ajang rekreasi saja. Tapi mudik juga dapat di artikan sebagai ajang silaturahmi antar keluarga. Karena telah lama berpisah dengan keluarga, akhirnya dengan mudik ini menjadi pengikat tali silaturrahmi. Alasan masyarakat Indonesia untuk mudik, selain ingin bertemu dengan keluarga, mereka juga ingin merayakan hari raya idul fitri. Karena masyarakat Indonesia berpendapat kalau merayakan hari raya idul fitri tidak berkumpul dengan keluarganya yang ada di desa, maka rasanya itu kurang pas,bagai sayur tanpa garam.

Mudik memberikan sebuah dampak yang sudah lazim terjadi. Dampak yang tercipta dari mudik adalah macet. Setiap tahun tingkat kemacetan menjadi meningkat. Karena masyarakat Indonesia yang berdomisili di kota, mereka hijrah ke desanya masing-masing untuk berkumpul dengan keluarganya.